RENCANA PEMEKARAN DAERAH DI RIAU
(HARAPAN UNTUK PEMERATAAN DAN
KEADILAN PEMBANGUNAN
MENUJU RIAU AL MUNAWWARAH )
Di edit OLEH : ZALDI ISMET, S.sos
Pemekaran daerah di
Indonesia adalah pembentukan wilayah administrative dan otonom baru di
tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Landasan hukum
terbaru untuk pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Artikel ini membahas mengenai sejarah pemekaran wilayah di
Indonesia. (Sumber : Wikipedia, Insiklopedia Bebas)
Pemekaran Kabupaten dan kota
Pemekaran wilayah atau
pembentukan daerah otonomi baru semakin marak sejak disahkannya UU No 22 Tahun 1999
tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004.
Hingga Desember 2008 telah terbentuk 215 daerah otonom baru yang terdiri dari
tujuh provinsi, 173 kabupaten, dan 35 kota. Dengan demikian total jumlahnya
mencapai 524 daerah otonom yang terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93
kota. Berikut adalah pemekaran kabupaten dan kota di Indonesia yang sebenarnya
sudah berlangsung sejak 1991.
Pemekaran daerah periode 1999-2011.
Sejak
era reformasi tahun 1998, potret pembangunan wilayah di Indonesia mengalami
perubahan yang signifikan. Kewenangan kepala daerah (gubernur, bupati dan wali
kota) dalam mengembangkan wilayah tercermin dari berbagai kebijakan yang
tertuang dalam peraturan daerah (perda) sesuai UU Otonomi Daerah. Pelaksanaan
kegiatan pembangunan didasarkan pada rencana pembangunan daerah dan rencana
pembangunan idealnya disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah. Rencana
tata ruang wilayah sebagai pedoman dalam pengelolaan wilayah disusun
berdasarkan keinginan dan harapan rakyat (seluruh stake holder/pemangku
kepentingan), yang secara sederhana disebut sebagai cerminan “visi” yang
ditetapkan pemerintah daerah.
Rencana
tata ruang wilayah (RTRW) adalah potret kondisi wilayah yang diharapkan di masa
depan, sekaligus dapat memberikan gambaran bagaimana tingkat kesejahteraan
rakyat yang ingin dicapai. Dokumen RTRW biasanya dilengkapi dengan deskripsi
bagaimana strategi dan cara mencapainya. RTRW disusun dengan berpedoman pada
rencana tata ruang nasional, artinya apabila RTRW seluruh kabupaten dan kota
dirangkai menjadi satu kesatuan maka akan tampak mosaik rencana tata ruang
nasional. Wajah wilayah Indonesia masa depan dapat dilihat melalui hasil mosaik
tersebut. Persoalannya adalah apakah penggabungan seluruh RTRW kabupaten dan
kota yang ada dapat membentuk sebuah mosaik yang utuh? Ternyata, dari beberapa
kasus konstruksi mosaik dari beberapa RTRW kabupaten/kota yang bertetangga
dijumpai berbagai masalah seperti tidak sinkronnya rencana kawasan di
perbatasan antar wilayah, garis perbatasan antar wilayah yang belum jelas,
garis batas yang tidak match atau terjadi penyimpangan, dan masalah lainnya.
.
Salah
satu dokumen RTRW adalah peta dan salah satu peta yang memberikan informasi
acuan pengelolaan wilayah adalah peta zonasi atau peta kawasan. Peta RTRW
tersebut disusun dalam skala yang berbeda-beda sesuai kebutuhan informasi yang
disajikan. Peta RTRW provinsi menggunakan skala peta 1 : 100.000, untuk
kabupaten menggunakan skala 1:25.000 dan skala 1:10.000 untuk peta RTRW Kota.
Oleh karena peta RTRW sangat penting sebagai acuan pengambilan kebijakan
pemerintah daerah dalam mengembangkan wilayahnya maka setiap daerah otonom
harus memiliki peta RTRW.
Hasil
evaluasi yang dilakukan oleh Kementrian Dalam Negeri menyebutkan, di samping
persoalan adanya ketimpangan antara besarnya dana yang dialokasikan dengan
hasil yang dicapai dalam pembangunan daerah otonom baru serta munculnya konflik
horisontal yang cenderung semakin meningkat, ternyata masalah di atas juga
disebabkan oleh lemahnya aturan persyaratan dan pentahapan pembentukan daerah
otonom baru. Oleh karena itu pemerintah memandang perlu mengeluarkan kebijakan
penghentian sementara (moratorium) pemekaran daerah sekaligus berupaya
melakukan penyempurnaan aturan pemekaran daerah, salah satu diantaranya
menyempurnakan ketentuan persyaratan minimal untuk daerah otonom baru.
Perkembangan Pemekaran Daerah
Telah
dikemukakan bahwa sejak tahun 1999 jumlah daerah otonom telah berkembang pesat
dari 319 daerah otonom menjadi 524 daerah otonom (provinsi, kabupaten, kota).
Secara rinci perubahan tersebut adalah sebagai berikut (diolah dari Kemendagri,
2010):
Tabel
1. Perkembangan jumlah daerah otonom di Indonesia tahun 1999-2010.
PERKEMBANGAN JUMLAH DAERAH OTONOM DI INDONESIA ANTARA TAHUN 1999 – 2010
|
||||
JUMLAH DAERAH OTONOM
|
1999
|
PERUBAHAN
|
2010
|
|
Jumlah provinsi
|
26
|
7
|
33
|
|
Jumlah kabupaten
|
234
|
164
|
398
|
|
jumlah kota
|
59
|
34
|
93
|
|
Jumlah Total Daerah Otonom(*)
|
319
|
205
|
524
|
|
(*)
Angka ini tidak termasuk provinsi DKI Jakarta dan 6 daerah administratif.
Berdasarkan
tabel di atas dapat disimpulkan bahwa secara rata rata dalam kurun waktu 10
telah lahir lebih dari 20 daerah otonom baru tiap tahunnya. Berdasarkan
kecenderungan tersebut persoalannya adalah, berapa banyak lagi daerah otonom
baru akan dilahirkan, atau sampai berapa banyak jumlah daerah otonom yang layak
membagi wilayah Indonesia di masa datang? Masih adakah alternatif cara yang
lain untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat agar memperoleh keadilan dan
pemerataan pembangunan, di luar cara pemekaran daerah? Jawaban dari pertanyaan
ini ada baiknya dibahas pada kesempatan lain.
Salah
satu upaya rasional untuk menentukan jumlah maksimal daerah otonom di Indonesia
dilakukan melalui kajian dari berbagai disiplin ilmu. Hasil kajian tersebut
digunakan sebagai masukan bagi Kemendagri untuk menentukan angka jumlah
maksimal provinsi, kabupaten / kota di Indonesia periode 2010-2025. Salah satu
hasil analisis dari bidang ilmu geografi menunjukkan bahwa jumlah maksimal
provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia sampai tahun 2050 masing masing adalah
48 dan 460 (Harmantyo, 2007).
Kemendagri
sendiri telah melakukan kajian yang menghasilkan angka perkiraan jumlah
maksimal daerah otonom di Indonesia seperti dalam tabel di bawah ini.
Tabel
2. Estimasi jumlah daerah otonom periode 2010-2025 di Indonesia.
ESTIMASI JUMLAH MAKSIMAL
KABUPATEN/KOTA TAHUN 2010-2025 DI INDONESIA
|
||||
Daerah otonom
|
2010
|
Penambahan
|
2025(*)
|
|
Jumlah provinsi
|
33
|
11
|
44
|
|
Jumlah kabupaten/kota
|
491
|
54
|
545
|
|
Jumlah daerah otonom
|
524
|
65
|
589
|
|
(*)
Diolah berdasarkan estimasi tim Desertada Kemendagri (2010).
Desain
besar penataan daerah (Desertada) yang dibentuk oleh Kemendagri antara lain
berisi ketentuan ketentuan yang mengatur tahap pelaksanaan operasional daerah
otonom baru yaitu adanya tahap persiapan selama 3 tahun dan persyaratan minimal
yang harus dipenuhi dari berbagai aspek teknis. Salah satu aspek teknis yang
harus dipenuhi adalah dari dimensi geografi..( Sumber : Djoko Harmantyo , DESENTRALISASI, OTONOMI, PEMEKARAN DAERAH DAN POLA PERKEMBANGAN WILAYAH DI
INDONESIA )
Riau
- Kabupaten Rokan Hilir, pemekaran dari Kabupaten Bengkalis (4 Oktober 1999)
- Kabupaten Siak, pemekaran dari Kabupaten Bengkalis (4 Oktober 1999)
- Kota Dumai, pemekaran dari Kabupaten Bengkalis (4 Oktober 1999)
- Kabupaten Kuantan Singingi, pemekaran dari Kabupaten Indragiri Hulu (4 Oktober 1999)
- Kabupaten Pelalawan, pemekaran dari Kabupaten Kampar (4 Oktober 1999)
- Kabupaten Rokan Hulu, pemekaran dari Kabupaten Kampar (4 Oktober 1999)
- Kabupaten Kepulauan Meranti, pemekaran dari Kabupaten Bengkalis (19 Desember 2008)
RENCANA PEMEKARAN DI PROPINSI RIAU
Catatan :
- Kota Bengkalis akan dimekarkan dari Kabupaten Bengkalis.[rujukan?
- Kota Bangkinang akan dimekarkan dari Kabupaten Kampar.[rujukan?]
- Kabupaten Rantau Kampar Kiri akan dimekarkan dari Kabupaten Kampar. Pusat Pemerintahan di Kota Lipat kain[rujukan?]
- Kabupaten Tapung Raya akan dimekarkan dari Kabupaten Kampar. Pusat Pemerintahan di Kota petahapan.[rujukan?]
- Kabupaten Mandau akan dimekarkan dari Kabupaten Bengkalis. Pusat pemerintahan di Kota Duri.[rujukan?]
- Kabupaten Indragiri Hilir Selatan akan dimekarkan dari Kabupaten Indragiri Hilir. Pusat pemerintahan di Kecamatan Kemuning.[rujukan?]
- Kabupaten Indragiri Hilir Utara akan dimekarkan dari Kabupaten Indragiri Hilir. Pusat pemerintahan di Khairiah Mandah.[rujukan?]
- Kota Rengat akan dimekarkan dari Kabupaten Indragiri Hulu.[rujukan?]
- Kota Tembilahan akan dimekarkan dari Kabupaten Indragiri Hilir[rujukan?]
- Kabupaten Rokan Darussalam akan dimekarkan dari Kabupaten Rokan Hulu. Pusat pemerintahan di Kecamatan Kunto Darussalam.[rujukan?]
- Kabupaten Pulau Rupat akan dimekarkan dari Kabupaten Bengkalis. pulau rupat adalah pulau yang langsung berbatasan dengan negara Malaysia.[rujukan?]
- Kabupaten Kuala Kampar akan dimekarkan dari Kabupaten Pelalawan. Pusat pemerintahan di kota Teluk Meranti.[rujukan?]
- Kota Bagan Siapi-api akan dimekarkan dari Kabupaten Rokan Hilir.[rujukan?]
- Kota Minas akan dimekarkan dari Kabupaten Siak.[rujukan?]
- Kota Pangkalan Kerinci akan dimekarkan dari Kabupaten Pelalawan.[rujukan?]
- Kota Selat Panjang akan dimekarkan dari Kabupaten Kepulauan Meranti.[rujukan?]
- ( Sumber: Wikipedia, Inseklopedia Bebas)
PENUTUP
Seperti
telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam kurun waktu 10 tahun telah terbentuk
hampir 40% daerah otonom baru. Hal ini berarti telah terjadi wilayah wilayah
baru yang secara cepat mengalami perkembangan sebagai hasil pembangunan dengan
memanfaatkan bantuan pendanaan khusus dari pemerintah pusat. Perkembangan
wilayah pada daerah daerah otonom baru sampai saat ini umumnya masih tergantung
bantuan pendanaan dari pemerintah. Jika ditinjau secara teoritis
desentralisasi, setelah ada keputusan politik untuk membentuk daerah otonom
baru maka pemerintah (pusat) wajib memenuhi kebutuhan dana pembangunan sampai
daerah tersebut mampu untuk mandiri. Oleh karena itu sesungguhnya aspek
pendanaan tidak dapat dijadikan obyek masalah.
Bertambahnya 205 daerah otonom
baru dapat diartikan bahwa selama kurun waktu 10 tahun telah terbangun 205
pusat perkembangan wilayah baru. Hal ini juga dapat diartikan bahwa telah
terjadi perluasan wilayah terbangun (built-up area) secara progresif dan merata
di berbagai pelosok Indonesia. Sudah barang tentu perkembangan wilayah seperti
ini prosesnya berbeda dengan perkembangan wilayah yang terjadi secara alamiah
sebagaimana dijelaskan pada awal tulisan ini. Perbedaannya adalah bahwa
keberlangsungan perkembangan wilayah dalam kerangka otonomi daerah sangat
tergantung pada ketersediaan anggaran dari pemerintah pusat. Persoalannya
adalah berapa lama waktu dibutuhkan untuk daerah otonom dapat berkembang secara
mandiri? Apakah pemerintah memiliki anggaran yang cukup untuk memenuhi dana
yang dibutuhkan untuk kegiatan pembangunan di daerah otonom baru, yang
cenderung semakin besar setiap tahun?
Oleh karena itu ke depan,
pemerintah perlu lebih cermat dalam memutuskan pembentukan daerah otonom baru
dengan mempertimbangkan kelayakan persyaratan dan potensi wilayah antara dalam
dimensi geografis. Dengan demikian, perkembangan wilayah dari daerah otonom
baru yang terbentuk dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri tanpa ada
ketergantungan dari bantuan pendanaan dari pemerintah (tidak menimbulkan beban
bagi pemerintah).
Daftar PustakaKementerian Dalam Negeri. 2010. Desain Besar Penataan Daerah 2010-2025. Jakarta.
Harmantyo, D. 2007. Kebijakan desentralisasi dan implementasi otonomi daerah di Indonesia . Jurnal Makara. Vol. 6, 2007. Universitas Indonesia. Depok.
Haggett. P. 2001. Geography. A Global Synthesis. Prentice Hall. London.
Bakosurtanal. 2010. Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta.
Sandy. IM. 1996. Republik Indonesia. Geografi Regional. Jurusan Geografi FMIPA-UI. Jakarta.
Anonim. 2005. Undang Undang Otonomi Daerah. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar