Sabtu, 04 Agustus 2012

RENCANA PEMEKARAN DAERAH DI RIAU (HARAPAN UNTUK PEMERATAAN DAN KEADILAN PEMBANGUNAN MENUJU RIAU AL MUNAWWARAH )


RENCANA PEMEKARAN DAERAH DI RIAU
(HARAPAN UNTUK PEMERATAAN DAN KEADILAN PEMBANGUNAN
MENUJU RIAU AL MUNAWWARAH )
Di edit OLEH : ZALDI ISMET, S.sos

Pemekaran daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah administrative dan otonom baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Landasan hukum terbaru untuk pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Artikel ini membahas mengenai sejarah pemekaran wilayah di Indonesia. (Sumber : Wikipedia, Insiklopedia Bebas)

Pemekaran Kabupaten dan kota

Pemekaran wilayah atau pembentukan daerah otonomi baru semakin marak sejak disahkannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004. Hingga Desember 2008 telah terbentuk 215 daerah otonom baru yang terdiri dari tujuh provinsi, 173 kabupaten, dan 35 kota. Dengan demikian total jumlahnya mencapai 524 daerah otonom yang terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota. Berikut adalah pemekaran kabupaten dan kota di Indonesia yang sebenarnya sudah berlangsung sejak 1991.
Pemekaran daerah periode 1999-2011.
Sejak era reformasi tahun 1998, potret pembangunan wilayah di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan. Kewenangan kepala daerah (gubernur, bupati dan wali kota) dalam mengembangkan wilayah tercermin dari berbagai kebijakan yang tertuang dalam peraturan daerah (perda) sesuai UU Otonomi Daerah. Pelaksanaan kegiatan pembangunan didasarkan pada rencana pembangunan daerah dan rencana pembangunan idealnya disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah. Rencana tata ruang wilayah sebagai pedoman dalam pengelolaan wilayah disusun berdasarkan keinginan dan harapan rakyat (seluruh stake holder/pemangku kepentingan), yang secara sederhana disebut sebagai cerminan “visi” yang ditetapkan pemerintah daerah.
Rencana tata ruang wilayah (RTRW) adalah potret kondisi wilayah yang diharapkan di masa depan, sekaligus dapat memberikan gambaran bagaimana tingkat kesejahteraan rakyat yang ingin dicapai. Dokumen RTRW biasanya dilengkapi dengan deskripsi bagaimana strategi dan cara mencapainya. RTRW disusun dengan berpedoman pada rencana tata ruang nasional, artinya apabila RTRW seluruh kabupaten dan kota dirangkai menjadi satu kesatuan maka akan tampak mosaik rencana tata ruang nasional. Wajah wilayah Indonesia masa depan dapat dilihat melalui hasil mosaik tersebut. Persoalannya adalah apakah penggabungan seluruh RTRW kabupaten dan kota yang ada dapat membentuk sebuah mosaik yang utuh? Ternyata, dari beberapa kasus konstruksi mosaik dari beberapa RTRW kabupaten/kota yang bertetangga dijumpai berbagai masalah seperti tidak sinkronnya rencana kawasan di  perbatasan antar wilayah, garis perbatasan antar wilayah yang belum jelas, garis batas yang tidak match atau terjadi penyimpangan, dan masalah lainnya.
 .
Salah satu dokumen RTRW adalah peta dan salah satu peta yang memberikan informasi acuan pengelolaan wilayah adalah peta zonasi atau peta kawasan. Peta RTRW tersebut disusun dalam skala yang berbeda-beda sesuai kebutuhan informasi yang disajikan. Peta RTRW provinsi menggunakan skala peta 1 : 100.000, untuk kabupaten menggunakan skala 1:25.000 dan skala 1:10.000 untuk peta RTRW Kota. Oleh karena peta RTRW sangat penting sebagai acuan pengambilan kebijakan pemerintah daerah dalam mengembangkan wilayahnya maka setiap daerah otonom harus memiliki peta RTRW.
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Kementrian Dalam Negeri menyebutkan, di samping persoalan adanya ketimpangan antara besarnya dana yang dialokasikan dengan hasil yang dicapai dalam pembangunan daerah otonom baru serta munculnya konflik horisontal yang cenderung semakin meningkat, ternyata masalah di atas juga disebabkan oleh lemahnya aturan persyaratan dan pentahapan pembentukan daerah otonom baru. Oleh karena itu pemerintah memandang perlu mengeluarkan kebijakan penghentian sementara (moratorium) pemekaran daerah sekaligus berupaya melakukan penyempurnaan aturan pemekaran daerah, salah satu diantaranya menyempurnakan ketentuan persyaratan minimal untuk daerah otonom baru.
Perkembangan Pemekaran Daerah
Telah dikemukakan bahwa sejak tahun 1999 jumlah daerah otonom telah berkembang pesat dari 319 daerah otonom menjadi 524 daerah otonom (provinsi, kabupaten, kota). Secara rinci perubahan tersebut adalah sebagai berikut (diolah dari Kemendagri, 2010):
Tabel 1. Perkembangan jumlah daerah otonom di Indonesia tahun 1999-2010.
      PERKEMBANGAN JUMLAH DAERAH OTONOM DI INDONESIA ANTARA TAHUN 1999 – 2010






JUMLAH DAERAH OTONOM
1999
               PERUBAHAN
2010






Jumlah provinsi
26
7
33






Jumlah kabupaten
234
164
398






jumlah kota
59
34
93






Jumlah Total Daerah Otonom(*)
319
205
524






(*) Angka ini tidak termasuk provinsi DKI Jakarta dan 6 daerah administratif.
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa secara rata rata dalam kurun waktu 10 telah lahir lebih dari 20 daerah otonom baru tiap tahunnya. Berdasarkan kecenderungan tersebut persoalannya adalah, berapa banyak lagi daerah otonom baru akan dilahirkan, atau sampai berapa banyak jumlah daerah otonom yang layak membagi wilayah Indonesia di masa datang? Masih adakah alternatif cara yang lain untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat agar memperoleh keadilan dan pemerataan pembangunan, di luar cara pemekaran daerah? Jawaban dari pertanyaan ini ada baiknya dibahas pada kesempatan lain.
Salah satu upaya rasional untuk menentukan jumlah maksimal daerah otonom di Indonesia dilakukan melalui kajian dari berbagai disiplin ilmu. Hasil kajian tersebut digunakan sebagai masukan bagi Kemendagri untuk menentukan angka jumlah maksimal provinsi, kabupaten / kota di Indonesia periode 2010-2025. Salah satu hasil analisis dari bidang ilmu geografi menunjukkan bahwa jumlah maksimal provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia sampai tahun 2050 masing masing adalah 48 dan 460 (Harmantyo, 2007).
Kemendagri sendiri telah melakukan kajian yang menghasilkan angka perkiraan jumlah maksimal daerah otonom di Indonesia seperti dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2. Estimasi jumlah daerah otonom periode  2010-2025 di Indonesia.
ESTIMASI JUMLAH MAKSIMAL KABUPATEN/KOTA TAHUN 2010-2025 DI INDONESIA






Daerah otonom
2010
               Penambahan
2025(*)






Jumlah provinsi
33
11
44






Jumlah kabupaten/kota
491
54
545






Jumlah daerah otonom
524
65
589











(*) Diolah berdasarkan estimasi tim Desertada Kemendagri (2010).
Desain besar penataan daerah (Desertada) yang dibentuk oleh Kemendagri antara lain berisi ketentuan ketentuan yang mengatur tahap pelaksanaan operasional daerah otonom baru yaitu adanya tahap persiapan selama 3 tahun dan persyaratan minimal yang harus dipenuhi dari berbagai aspek teknis. Salah satu aspek teknis yang harus dipenuhi adalah dari dimensi geografi..( Sumber : Djoko Harmantyo , DESENTRALISASI, OTONOMI, PEMEKARAN DAERAH  DAN  POLA PERKEMBANGAN WILAYAH DI INDONESIA  )

Riau
RENCANA PEMEKARAN DI PROPINSI RIAU
Catatan :
PENUTUP
     Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam kurun waktu 10 tahun telah terbentuk hampir 40% daerah otonom baru. Hal ini berarti telah terjadi wilayah wilayah baru yang secara cepat mengalami perkembangan sebagai hasil pembangunan dengan memanfaatkan bantuan pendanaan khusus dari pemerintah pusat. Perkembangan wilayah pada daerah daerah otonom baru sampai saat ini umumnya masih tergantung bantuan pendanaan dari pemerintah. Jika ditinjau secara teoritis desentralisasi, setelah ada keputusan politik untuk membentuk daerah otonom baru maka pemerintah (pusat) wajib memenuhi kebutuhan dana pembangunan sampai daerah tersebut mampu untuk mandiri. Oleh karena itu sesungguhnya aspek pendanaan tidak dapat dijadikan obyek masalah.
Bertambahnya 205 daerah otonom baru dapat diartikan bahwa selama kurun waktu 10 tahun telah terbangun 205 pusat perkembangan wilayah baru. Hal ini juga dapat diartikan bahwa telah terjadi perluasan wilayah terbangun (built-up area) secara progresif dan merata di berbagai pelosok Indonesia. Sudah barang tentu perkembangan wilayah seperti ini prosesnya berbeda dengan perkembangan wilayah yang terjadi secara alamiah sebagaimana dijelaskan pada awal tulisan ini. Perbedaannya adalah bahwa keberlangsungan perkembangan wilayah dalam kerangka otonomi daerah sangat tergantung pada ketersediaan anggaran dari pemerintah pusat. Persoalannya adalah berapa lama waktu dibutuhkan untuk daerah otonom dapat berkembang secara mandiri? Apakah pemerintah memiliki anggaran yang cukup untuk memenuhi dana yang dibutuhkan untuk kegiatan pembangunan di daerah otonom baru, yang cenderung semakin besar setiap tahun?
Oleh karena itu ke depan, pemerintah perlu lebih cermat dalam memutuskan pembentukan daerah otonom baru dengan mempertimbangkan kelayakan persyaratan dan potensi wilayah antara dalam dimensi geografis. Dengan demikian, perkembangan wilayah dari daerah otonom baru yang terbentuk dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri tanpa ada ketergantungan dari bantuan pendanaan dari pemerintah (tidak menimbulkan beban bagi pemerintah).
Daftar Pustaka
Kementerian Dalam Negeri. 2010. Desain Besar Penataan Daerah 2010-2025. Jakarta.
Harmantyo, D. 2007. Kebijakan desentralisasi dan implementasi otonomi daerah di Indonesia . Jurnal Makara. Vol. 6, 2007. Universitas Indonesia. Depok.
Haggett. P. 2001. Geography. A Global Synthesis. Prentice Hall. London.
Bakosurtanal. 2010. Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta.
Sandy. IM. 1996. Republik Indonesia. Geografi Regional. Jurusan Geografi FMIPA-UI. Jakarta.
Anonim. 2005. Undang Undang Otonomi Daerah. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar