Sabtu, 23 April 2016

SYIAR ISLAM DI KAMPAR KIRI

(ULASAN TENTANG ISLAM DI KAMPAR KIRI)
KUNTU DARUSSALAM: KERAJAAN ISLAM PERTAMA DI RIAU
Desa Kuntu, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar yang terletak kurang lebih 85 km, di sebelah selatan Pekanbaru ibu kota Provinsi Riau. Desa Kuntu termasuk desa tertua di Propinsi Riau yang syarat dengan lembaran. Dalam buku Sejarah Minangkabau terbitan Bathara Jakarta tahun 1970, di katakan bahwa Kuntu termasuk Wilayah Minangkabau Timur (Kerajaan Kuntu Timur). Sejak abad ke-6 pedagang dari Gujarat India mengembangkan agama Budha di Kuntu. Ini dibuktikan dimana di Kota Tinggi (Sungai Sontan Kuntu) terdapat kuburan raja darah Putih dengan batu nisan bertuliskan huruf Kawi yang belum bisa diartikan oleh penduduk setempat, pada masa inilah Permaisuri Raja Putri Lindung Bulan menyebut daerah ini dengan sebutan “Kuntu Turoba” yang berarti aku dari tanah tempatku berpijak. Pada tahun 670-730 M, terdapat dua kerajaan besar yaitu Cina di timur (beragama budha Mahayana) dan Khalifah Muawiyah di barat (beragama islam) masing-masing hendak memonopoli perdagangan, menanamkan pengaruh ekonomi dan agama. Namun politik Muawiyah lebih berhasil dibanding Cina sehingga abad ke-8 agama islam (syi’ah) masuk dan berkembang di Kuntu. Dakwah pengembangan Islam terhenti selama 4 abad disebabkan Cina merasa terganggu kepentingan ekonomi dan pengembangan agamanya, maka Cina mengutus dua orang sarjana agama Budha yaitu: Wajaro Bodhi dan Amogha Bajra. Sejak saat itu, pedagang dari Arab dan Persi tidak datang lagi ke Kuntu Timur. Pada masa inilah apa yang diistilahkan “Apik Tupai, Panggang Kaluang” dimana pada saat itu penduduk kehilangan pedoman/tuntunan agama. Pada permulaan abad ke-7 sesudah Rajendra Cola dari India Selatan berhasil melumpuhkan Sriwijaya. Maka raja Palembang bernama Aria Darma mengirim surat ke Muawiyah meminta dikirimkan Ulama/mubaligh. Menindak lanjuti permohonan raja Palembang tersebut, maka Khalifah Muawiyah mengutus Syekh Burhanuddin. Yang akhirnya sampai ke Kuntu untuk mengembangkan Islam Mazhaf syafi’i kurang lebih selama 20 tahun. Kesultanan Kuntu Kampar terletak di Minangkabau Timur, daerah hulu dari aliran Kampar Kiri dan Kanan. Kesultanan Kuntu atau juga disebut dengan Kuntu Darussalam di masa lalu adalah daerah penghasil lada dan menjadi rebutan Kerajaan lain, hingga akhirnya Kesultanan Kuntu dikuasai oleh Kerajaan Singasari dan Kerajaan Majapahit. Kini wilayah Kesultanan Kuntu hanya menjadi sebuah cerita tanpa meninggalkan sedikitpun sisa masa kejayaan, Kesultanan Kuntu kini berada di wilayah Kecamatan Kampar Kiri (Lipat Kain) Kabupaten Kampar. Kuntu di masa lalu adalah sebuah daerah yang sangat strategis baik dalam perjalanan sungai maupun darat. Di bagian barat daya Kuntu, di seberangnya ada hutan besar yang disebut Kebun Raja. Di dalam hutan yang bertanah tinggi itu, selain batang getah, juga ada ratusan kuburan tua. Satu petunjuk bahwa Kuntu dulu merupakan daerah yang cukup ramai adalah ditemukannya empat buah pandam perkuburan yang tua sekali sehingga hampir seluruh batu nisan yang umumnya terbuat dari kayu sungkai sudah membatu (litifikasi). Salah satu di antara makam-makam tua itu makam Syekh Burhanuddin, penyiar agama Islam dan guru besar Tarekat Naqsabandiyah yang terdapat di Kuntu. Makam itu berada dekat Batang Sebayang. Syekh Burhanuddin diperkirakan lahir 530 H atau 1111 M di Makkah dan meninggal pada 610 H atau 1191 M. Dengan peninggalannya yang ada sampai saat ini: Sebuah stempel dari tembaga bertuliskan Arab “Syekh Burhanuddin Waliyullah Qodi Makkatul Mukarramah” dan Sebilah Pedang, tongkat, sebuah kitab Fathul Wahab dan sebuah Khutbah. Sejak masuknya Syekh Burhanuddin di Kuntu mengembangkan islam Mazhaf Syafi’i, Islam Syi’ah yang datang sebelumnya ke Kuntu kehilangan kekuatan politik dan mundur pada tahun 1238 M. Menurut buku Sejarah Riau yang disusun oleh tim penulis dari Universitas Riau terbitan tahun 1998/1999, Kuntu adalah daerah yang pertama di Riau yang berhubungan dengan pedagang-pedagang asing dari Cina, India, dan negeri Arab Persia. Kuntu juga daerah pertama yang memainkan peranan dalam sejarah Riau, karena daerah lembah Sungai Kampar Kiri adalah daerah penghasil lada terpenting di seluruh dunia dalam periode antara 500-1400 masehi. Zaman dahulu, Kuntu dikenal sebagai daerah yang subur dan berperan sebagai gudang penyedia bahan baku lada, rempah-rempah dan hasil hutan. Pelabuhan ekspornya adalah Samudra Pasai, dengan pasar besarnya di Gujarat. Kuntu juga adalah wilayah yang strategis sebab terletak terbuka ke Selat Melaka, tanpa dirintangi pegunungan. Kuntu juga adalah tanah tua yang mula-mula dimasuki Islam yang dibawa oleh para pedagang dan di masa itu baru dianut di kalangan terbatas (pedagang) karena masih kuatnya pengaruh agama Budha yang menjadi agama resmi Sriwijaya di masa itu. Ketika Cina merebut pasaran dagang yang menyebabkan para pedagang Islam Arab-Persia terdesak, maka penyebaran Islam sempat terhenti. Para pedagang Arab-Persia-Maroko mulai kembali berdagang di Kuntu dalam abad ke XII Masehi di masa kekuasaan Kesultanan Mesir era Fatimiyah, dinasti yang mendirikan Universitas Al-Azhar di Kairo. Kuntu juga memiliki hubungan erat dengan Kerajaan Islam Dayah di Aceh di bawah Sultan Johan Syah dalam hal perniagaan. Setelah kerajaan Pasai berdiri, mereka bahkan berhasil memonopoli perdagangan rempah-rempah di Kuntu. Sumber : http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbtanjungpinang Syekh Burhanuddin (Dai Islam) Sebelum masuknya agama Islam ke daerah Riau, tidak ada seorangpun dari penduduk Riau yang memegang agama tauhid. Agama penduduk asli adalah anismisme yang percaya ruh nenek moyang dan para leluhur, kemudian menyusul pada sebagian penduduk mereka yang beragama Budha dan sekali berkembang menjadi Hindu-Budha. [2] Nah dalam kesempatan ini , agar lebih jelas pembahasan masuk Islam ke Riau dibatasi kepada beberapa daerah, yaitu: Kuntu-Kampar, Rokan, Kuantan, Indragiri, danTaqpung. Menurut Sejarah Riau, Kuntu-Kampar adalah daerah pertama-tama di Riau Daratan yang berhubungan dengan orang-orang Islam (pedagang). Hal ini dimungkinkan karena sejak zaman bahari daerah ini telah berhubungan dengan pedagang-pedagang asing dari negeri Cina, India, dan Arab-Persia. Hubungan tersebut didasarkan oleh kepentingan perdagangan, karena daerah lembah sungai Kampar Kanan/ Kiri merupakan daerah penghasil lada terpenting di dunia dalam periode 500-140 M. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau daerah Kuntu-Kampar yang mula-mula dimasuki agama Islam. Berdasarkan perjalanan para penyiar agama Islam yang dating sebagai pedagangitu, maka besar kemungkinan pada abad pertama hiriah atau abad ke-7 M agama Islam itu mungkin telah sampai di Riau, sebagaimana juga disimpulkan oleh seminar masuknya islam ke nusantara di Aceh tahun 1980. [3]Meskipun Islam telah masuk pada abad ke 7 atau 8 Masehi di Riau, namun penganut agama ini masih terbatas di lingkungan para pedagang dan penduduk kota di pesisir pantai tersebut. Hal ini disebabkan karena kuatnya pengaruh agama Budha yang merupakan agama Negara dalam kerajaan Sriwijaya waktu itu. Dari Kuntu, Islam diperkirakan menyebar ke Rokan dalam tahun738/ 1349. saat mereka dating ke daerah ini, Rokan sudah memiliki kehidupan bermasyarakat yang teratur, dipimpin oleh seorang raja yang berkedudukan sebagai primus interperes bernama Raja Said. Masuknya pelarian-pelarian Muslim dari Kuntu berhasil membawa pengikut-pengikut Raja Said memeluk Islam, danbahkan Raja Said sendiri akhirnya menjadi penganut islam yang baik. Di sampaing di atas, terdapat pula pendapat-pendapat lainnya, ada yang menyatakan Islam di Rokan berasal dari Lima Koto (Bangkinang,Kuok, Salo, Rumbio dan Air Tiris) yang terletak di tepi Sungai Kampar Kanan. Menurut Prof.DR.Mhd.Yunus dalam Sejarah Pendidikan Islam Indonesia mengatakan bahwa nama Burhanuddin ada tiga orang yaitu: 1. Burhanuddin di Ulakan Pariaman (Sumatra Barat). 2. Burhanuddin di Aceh Darussalam (Aceh). 3. Burhanuddin di Kuntu Kampar Kiri (Riau). Berdasarkan penelitian dan pengamatan kami, maka saya(Prof.DR.Mhd.Yunus) berkeyakinan bahwa Syekh Burhanuddin yang sebenarnya datang dari Arab adalah yang wafat di Kuntu pada tahun 610 H/1189 M. sesuai dengan peninggalannya yang ada sampai saat ini: 1. Sebuah stempel dari tembaga yang dawatnya asap lampu togok bertuliskan Arab "Syekh Burhanuddin Waliyullah Qodi Makkatul Mukarramah". 2. Sebilah Pedang, tongkat, sebuah kitab Fathul Wahab dan sebuah Khutbah. Sejak masuknya Syekh Burhanuddin di Kuntu mengembangkan islam Mazhaf Syafi'i, Islam Syi'ah yang datang sebelumnya ke Kuntu kehilangan kekuatan politik dan mundur pada tahun 1238 M. Dinasti Iskandar Zulkarnain di Minangkabau Pada tahun 1921, Resident Westenenk menyelesaikan tulisannya yang tidak untuk umum dan yang bernama : De Hindu Javanen In Midden En Zuid Sumatra. Dia mencapai kesimpulan bahwa : 1. Akhir Abad Ke-XIII : Agama Hindu Jawa datang di Minangkabau. 2. Medio Abad Ke-XIV : Masa jaya dari Kerajaan Pagarruyung Minangkabau dibawah Raja Adityawarman. 3. Permulaan Abad Ke- XVI : Agama Islam masuk di Minangkabau. 4. Sejak Medio Abad Ke- XVI : Yangdipertuan Raja Alam Pagarruyung Minangkabau, semuanya ber-Agama Islam. Akan tetapi : Di Minangkabau Timur ada kuburan-kuburan Islam, yang bertahun Hijriah, dan yang bertanggal dari sebelum 1300 Masehi. Membenarkan cerita-cerita Sultan (Radja Islam) para keturunan dari Iskandar Zulkarnain, yang katanya memerintah di Alam Minangkabau sebelum Radja Pagarruyung yang ber-Agama Hindu Djawa. Artinya : Sebelum masa jaya dari Keradjaan Modjopahit di Pulau Djawa, yang mendirikan Keradjaan Pagarruyung di Pulau Andalas, sebelum tahun 1350. Sedangkan Iskandar Zulkarnain adalah Alexander The Great, yang memerintah 336 – 323 Sebelum masehi, Raja Yunani macedonia yang merebut Persia, Gandara, Gudjarat. Tidak pernah merebut Alam Minangkabau !! Bikin binggung Resident Westenenk. “Geen touw aan vast te knoopen”, begitulah dia berpendapatan. Resident Westenenk contacted teman sejawatnya Resident Poortman nearby di Djambi, yang sedang asyik melakukan Fieldwork Fact Finding perihal “Pamalayu Expedition”. Tentara Singosari 1275 – 1292 merebut Darmasraya Djambi. Resident Poortman kebetulan sekali sudah terlebih dahulu menemukan di dalam tulisan-tulisan peninggalan Kesultanan Mesir Fathimiyah Dynasty (976 – 1168), bahwa : Di jazirah Gudjarat India, hampir semuanya orang Islam Mazhab Sji’ah claimed to be descendants of Alexander The Great, yang disitu disebutkan “Iskandar Zulkarnain”. Eureka !! Resident Poortman segera mencurigai orang-orang Cambay Gudjarat, yang sebelum 1350 datang berdagang ke Minangkabau dan disitu menjadi origin dari Mythos Iskandar Zulkarnain Dynasty. Resident Poortman kemudian bertahun-tahun lamanya doggedly melakukan pekerjaan “Detective Sejarah”, scrutinizing tulisan peninggalan Kesultanan Mesir Fathimiyah Dynasty, Kesultanan Mesir Mamaluk Dynasty, Kesultanan Aru Barumun, Kesultanan Allahad India (yang menguasai jazirah Gudjarat sesudah Kesultanan Mesir Fathimiyah Dynasty dan sebelum Kesultanan Dehli India, Tiongkok Yuang Dynasty, Tiongkok Ming Dynasty, dan entah mana lagi. Disamping itu Resident Poortman berjalan kaki melakukan Fieldwork Fact Finding di daerah hulu dari Sungai Batanghari, Kuantan, dan Kampar, daerah-daerah yang oleh Resident Westenenk disebutkan : “Waarmensch en tijger buren zijn”. Jelasnya : Lebih banyak macam daripada manusia. Hasilnya sangat mengagumkan, perihal : Sultan Djohan Djani The Sophisticated Buccaneer, dan perihal : Sultan Malik Ul Mansur The History Corruptor. Lebih phantastic daripada fiction !! Kuburan-kuburan Sultan di Kampung Kuntu Pada tahun 1927, Resident Poortman mengadakan Survey (Fieldwork Fact Finding), perihal kuburan Islam bertanggal dari sebelum tahun 1339, yang di waktu itu masih sangat banyak di rimba-raya Minangkabau Timur. Di sekitar Bangkinang di tepi Sungai Kampar Kanan, Resident Poortman menemukan Kuburan Islam yang tertua di Minangkabau. Yakni bertanggal 521 H (1128 M) Di dekat kampung kuntu di tepi Sungai Kampar Kiri, Resident Poortman menemukan 90 kuburan Islam. 12 diantaranya, masih dapat dibaca oleh Resident Poortman. Termasuk 4 kuburan Sultan-sultan. Di kampung Kuntu, Resident Poortman menemukan pula runtuhan Mesjid yang terbuat dari bahan yang sangat kuat yaitu batu pualan. Oleh penduduk asli setempat treruntuhan Mesjid dan kuburan Sultan yang di Kuntu Kampar itu, sedikitpun tidak dihiraukan. Malahan disebut “Kuburan Keling”. Rupa-rupanya masih ada pertentangan, dari penjajahan asing oleh orang-orang Cambay Gudjarat, yang ber-Agama Islam Mazhab Syi’ah. Sedangkan orang-orang Minangkabau Timur, kini adalah ber-Agama Islam Mazhab Sjafi’i. Karena Conjuncture Tinggi Dagang Karet sebelum tahun 1930, maka : Rimba raya di Minangkabau Timur diubah menjadi kebun-kebun Karet Rakyat. Bukannya orderly rubber plantations, akan tetapi : Wild and dense rubber jungles. Penuh harimau-harimau karena harimau suka memakan biji-biji karet dan Harimau suka memakan babi. “Kuburan Keling” di Minangkabau dalam bahaya kepunahan karena dibongkar oleh akar-akar pohon karet. Lebih parah lagi, Para penyadap pohon-pohon karet sering mengambil batu-batu dari “Kuburan Keling”, untuk digunakan membanting rubber slans, Batu-batu itu adalah batu pualam (marmar putih) : bekas impor dari Gudjarat India. Di sebelah atas ada kaligrapifi berbahasa arab yang sangat indah. Akan tetapi di sebelah bawah masih ada ukiran-ukiran Hindu Shiwa. dengan demikian jelas bahwa batu-batu Pualam tersebut berasal dari candi Hindu di Gudjarat India. Kuburan-kuburan Islam Mazhab Syi’ah di Minangkabau Timur, yang bertanggal 1128 – 1339M Perlu diselidiki oleh para Ahli-ahli Sejarah serta para Ahli Islamologi Indonesia. Walaupun mereka itu ber-Agama Islam Mazhab Sjafi’i dan kira-kira dianggap “Kafir”. Haraplah dia itu tidak seperti pendudukasli Minangkabau Timur, menggunakan istilah “Kuburan Keling”. Agar supaya : Mudah-mudahan dilanjutkan usaha dari Resident Poortman 1927 – 1931, menyelidiki Kuburan Islam yang sudah ada di Minangkabau Timur sebelum Kerajaan Pagaruyung Minangkabau yang ber-Agama Hindu Jawa. Insya Allah terlaksanalah kiranya. Meneruskan Jejak Syeikh Burhanuddin Kuntu Ponpes Salafiyah Syekh Burhanuddin Kuntu, Kampar Kiri, Kampar, Riau Di tengah mahalnya biaya pendidikan sekolah, Ponpes Salafiyah Syekh Burhanuddin Kuntu bisa menjadi pilihan untuk menimba ilmu di Tingkat Wustho (setingkat MTs/SMP) dan di Tingkat ‘Ulya (setingkat MA/SMA). Karena di samping fasilitas dan kurikulum pendidikannya mendukung anak untuk menguasai agama, pengetahuan umum dan ketrampilan, orang tua pun tidak direpotkan memikirkan biaya. Karena semuanya gratis! Sedangkan operasional ponpes didapat dari infak, shadaqah warga sekitar, kaum Muslimin di mana saja yang mau berbagi, unit usaha ponpes dan juga dari pemerintah. Sejarah Miris melihat warga Kampar Kiri banyak yang tidak mendalami dasar-dasar ajaran Islam secara intensif, serta bagi yang ingin memperdalam pun harus nyantri jauh-jauh ke luar Kampar Kiri, maka ulama Kampar KH Angku Mudo Djamarin (almarhum) pada 1 Februari 1973 mendirikan pondok pesantren yang diberi nama Ponpes Salafiyah Syekh Burhanuddin Kuntu. Nama tersebut diambil untuk mengenang jasa ulama besar asal Mekah yang menyebarkan agama Islam selama 20 tahun di Sumbar dan Riau hingga wafat dan dikebumikan di Kuntu, Kampar Kiri pada 1191 Masehi. Sejak didirikan, Ponpes ini mendapat dukungan positif, baik moral maupun materil dari Pemda dan lapisan masyarakat sekitar, sehingga mengalami kemajuan yang sangat menggembirakan. Hanya saja ketika pemerintah mengetahui KH Angku Mudo Djamarin yang berstatus pegawai negari sipil (PNS) itu tidak mau masuk dan menyoblos (Partai) Golkar, Ponpes tidak mendapatkan dukungan. “Sehingga banyak tekanan dan tidak ada bantuan dari pemerintah sampai masa Reformasi 1998,” ungkap Pimpinan Ponpes Syekh Burhanuddin Kuntu KH Ahmad Junaidi Djamarin. Fasilitas dan Kurikulum Ponpes yang berada di Desa Kuntu, Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar Provinsi Riau memiliki lahan empat hektar. Sedangkan yang sudah diisi bangunan baru dua hektar. Bangunan tersebut di antaraya berupa masjid, mushala, gedung lokal belajar, kantor, asrama santri putra, asrama santri putri dan juga tempat tinggal para guru ponpes. Jumlah santri pada awal berdiri 30 orang dan saat ini berjumlah 700 orang—termasuk tingkat Wustho (setara MTs) dan tingkat Ulya (setara MA). Setiap santri yang menimba ilmu tidak dipungut biaya. Ponpes ini memadukan pendidikan agama, pendidikan umum dan keterampilan. Selain mendapatkan perpaduan kurikulum tersebut, santri pun dididik agar memiliki ketrampilan berdakwah yang mumpuni dan belajar kitab kuning. Untuk mendukung tujuan tersebut maka Ponpes membuka tiga program yang menjadi ciri khas Ponpes ini. Pertama, Takhassus (Program khusus). Untuk mempertajam kemampuan kurikulum ilmu alat Bahasa Arab (Nahwu,Sharaf, Ushul, Fiqhi, Mantiq dan Balaghah), kepada siswa diberikan pelajaran tambahan dengan sistem halaqah yang dibina oleh guru-guru tua. Tradisi ini tetap dipertahankan sebagai identitas Pondok Pesantren Sykeh Burhanuddin Kuntu. Kedua, program bahasa Arab dan bahasa Inggris aktif. Dengan improvisasi kurikulum dan pola pengajaran intensif dan Ta’limul Lugah Arabiah, maka 1 tahun siswa diharapkan mampu berbahasa Arab dan Inggris aktif. Dan melalui diklat dan kursus, dalam bidang ini, Ponpes telah mengakader guru melalui kursus. Ketiga, program Hifzul Ayat. Bagi santri diharuskan menghafal 2 Juz setiap tahun. Sedangkan ketrampilan yang diajarkan agar setamat Ponpes bisa mandiri adalah agrobisnis, perkebunan, pertanian, perikanan dan peternakan, kursus komputer dan menjahit. Santri Ponpes pernah juara umum Musabaqoh Qiraatul Kutub tahun 1999 tingkat Kabupaten, Juara I tilawah. Dan hampir mayoritas khatib Jumat di Kampar Kiri adalah santri alumni Syekh Burhanuddin Kuntu. Hingga sekarang Ponpes telah meluluskan sekitar 1.665 alumni yang tersebar di berbagai daerah di Propinsi Riau dan Sumatera Barat. Mereka berkiprah di berbagai bidang dan tidak sedikit pula yang membuka pesantren. Ada juga yang melanjutkan menimba ilmu ke Al Azhar Kairo, ada yang ke Jawa seperti Yogyakarta dan Jakarta. Ada yang masuk kelas Internasional UIN Suska Riau, dan melanjutkan di Unviersitas Riau dan Universitas Islam Riau.[] apri siswanto/joy BOKS KH Ahmad Junaidi Djamarin, Pimpinan Ponpes Syeikh Burhanuddin Syariah untuk Kemashlahatan Muslim dan Non Muslim KH Ahmad Junaidi Djamarin menyatakan syariah Islam wajib ditegakkan hingga ke level negara. “Karena syariat Islam wajib dan perlu untuk kemaslahatan umat Islam dan non Islam,” tegas lelaki yang pernah aktif di Partai Kebangkitan Nahdlatul Ulama (PKNU) tersebut. Makanya lelaki kelahiran Batu Bersurat, 1 Januari 1970, menyatakan mendukung semua kelompok yang berjuang untuk menerapkan syariah Islam kaffah. Tak aneh pula bila ia juga mendukung perjuangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang memperjuangkan tegaknya syariah dalam naungan khilafah. Hanya saja kyai yang pernah kuliah di Universitas Al Azhar Kairo tersebut mengaku merasa perlu belajar lebih banyak lagi tentang sistem pemerintahan Islam. Karena ada hal-hal yang memang belum dipahaminya secara detail bagaimana khilafah mengimplementasikan syariah kepada masyarakat yang multietnis, agama dan ras. Ia berharap di sisi itulah HTI dapat memberikan penjelasan yang lebih rinci terkait hal itu. “Karena saya dan juga masyarakat secara umum masih awam mengenai masalah itu,” akunya.[]apri siswanto/joy Balai Pelestarian Nilai Budaya Tanjung Pinang | Sebuah situs Direktorat Jenderal Kebudayaan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar