Sabtu, 23 April 2016

SEJARAH PERJUANGAN PEMBENTUKAN KABUPATEN GUNUNG SAILAN

Sejarah Perjuangan Pembentukan Kabupaten Gunung Sailan Darussalam
Oleh : Zaldi Ismet, S. Sos (Kepala Bidang kesekretariatan P2K-Gusdar)

Adanya aspirasi masyarakat di Kawasan Rantau Kampar Kiri dan Siak Hulu untuk membentuk daerah otonom baru, Salah satu faktor yang mempengaruhi keinginan masyarakat untuk membentuk suatu daerah kabupaten adalah sejarah pemerintah masa lalu di wilayah tersebut, yang akan dijelaskan dengan memakai periodesasi sejarah berikut. A. Periode Pra Kolonial Pasca Kemunduran Kerajaan Sriwijaya, di Rantau Kampar Kiri berdiri Kesultanan Islam pertama dibumi melayu Riau yaitu Kesultanan Kuntu Darussalam yang berdiri pada abad ke 12 di daerah Kampar kiri yang berpusat dikenegerian Kuntu.Daerah Kuntu pada masa itu adalah sebuah pelabuhan yang sangat ramai di daerah pantai timur Sumatera dengan komoditi Dagang utama yaitu perdangan Lada hitam “ Merica” dan emas. Setelah kerajaan ini runtuh pada awal abad ke 14 daerah Rantau Kampar Kiri direbut oleh kerajaan Majapahit pada masa Adityawarman, setelah pendudukan Majapahit berakhir daerah Rantau Kampar kiri dibawah kerajaan Pagaruyung (Mansur MD, Dkk.,Sejarah Minangkabau). Sebelum periode Kolonial, di wilayah Rantau Kampar Kiri dan Siak Hulu telah berdiri beberapa kerajaan atau kesultanan.Wilayah Rantau Kampar Kiri meliputi wilayah dari Kerajaan Gunung Sailan dan Kesultanan VIII Koto Sitingkai. Sedangkan Siak Hulu pada waktu itu adalah salah satu daerah dari Kerajaan Siak Sri lnderapura. Kerajaan Gunung Sahilan membawahi 5 (Lima) Khalifah atau pembantu raja yaitu Khalifah Ludai, Khalifah Ujung Bukit, Khalifah Kampar Kiri, Khalifah Kuntu, dan Khalifah Batu Sanggan. Ke lima Khalifah itulah yang melaksanakan roda pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Sedangkan Kesultanan VIII Koto Sitingkai membawahi IV Koto Sitingkai Mudik dan IV Koto Sitingkai Hilir. b. Periode Kolonial Kerajaan Gunung Sailan adalah kerajaan yang paling akhir mengakui kekuasaan Kolonial Belanda di Riau. Kekuasaan Belanda baru diakui kerajaan ini pada awal abad ke 19, tepatnya pada tanggal 22 Februari 1905 (Rahim Marlaily, 1981) melalui perjanjian dengan Pemerintah Kolonial Belanda yang dikenal dengan sebutan Plakat Pendek (Korte Verklaring). Dengan plakat yang ditandatangani oleh Sultan Tengku Abdul Jalil Bin Yang Dipertuan Hitam ini, Kerajaan Gunung Sahilan mengakui kekuasaan kolonial Belanda atas Kerajaan Gunung Sahilan. Pada tanggal 29 Mei 1922 diadakan perjanjian baru dengan pemerintah Kolonial Belanda, dimana Belanda menempatkan seorang wakil Belanda di ibukota Kerajaan Gunung Sahilan (Controleur) sebagai pengawas pemerintah kesultanan. Perjanjian ini ditandatangani oleh Sultan Tengku Abdurrahman Yang Dipertuan Besar.Setelah perjanjian ini berlaku, Kerajaan Gunung Sailan secara administratif adalah daerah Onder Afdeling yaitu di bawah Afdeling Bengkalis (Keresidenan Belanda di Riau). Pada tahun 1930, terjadi suksesi terakhir dengan pengangkatan Sultan Yang Dipertuan Tengku Abdul Jalil bergelar Tengku Sulung sebagai Raja Gunung Sailan dan Tengku Haji Abdullah sebagai Raja lbadat (Mukhtar Lutfi, Sejarah Riau). c. Periode Fasis Jepang Dengan kemenangan Kekaisaran Jepang dalam Perang Asia Timur Raya yang ditandai dengan didudukinya daerah Indonesia, maka daerah Rantau Kampar Kiri dan Siak pada tahun 1942-1945 diduduki pula oleh tentara Jepang. Karena strategisnya daerah ini, maka bala tentara Kekaisaran Jepang membangun jalan kereta api yang menghubungkan Kota Pekanbaru di pesisir Timur Pulau Sumatera dengan Muara Sijunjung di Sumatera Bagian Barat. Pembangunan jalan kereta api ini merupakan sarana untuk pengangkutan sumber daya alam dan trasportasi militer untuk mendukung Perang Asia Timur Raya guna menghadapi tentara sekutu. Pembangunan jalan kereta api ini mengorbankan ratusan ribu nyawa manusia " Pahlawan Kerja atau Romusha” dimana bekas-bekas dari jejak sejarah ini masih dapat di lihat di wilayah Rantau Kampar Kiri- Siak Hulu sebagai aset sejarah Daerah. d. Periode Kemerdekaan Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, wilayah Kerajaan Gunung Sailan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1945 tentang Pemerintahan Daerah, status wilayah diganti dengan kewedanaan (Pembantu Residen) Kampar Kiri. Dimana pemimpin di wilayah bekas kerajaan Gunung Sailan ini tetap di pimpin oleh bekas Raja atau Sulthan Gunung Sailan yakni Tengku Haji Abdullah Yang dipertuan Sakti sebagai Wedana dari Kewedanaan Kampar Kiri. Setelah bergabung kedalam NKRI, maka ada Penggabungan daerah-daerah yang berdekatan, pada waktu itu tahun 1946-1949 Kewedanaan Kampar Kiri, berubah posisi sebagai daerah Bantu kewedaaan Kampar Kiri atau Distrik Kampar Kiri dan Sulthan Tengku Haji Abdullah diangkat menjadi PNS dengan pangkat asisten wedana, kemudian Distrik Kampar Kiri digabung dengan Distrik Langgam di hilir sungai Kampar dan distrik Siak Hulu menjadi Kewedanaan Pekanbaru Luar Kota. Dengan ibu Kota Kewedanaan (Kabupaten) yakni Kota Pekanbaru Pada waktu terjadi agresi militer Belanda ll Tahun1948-1949, pemerintahan diambil alih oleh militer. Wilayah bantu kewedanaan Kampar Kiri adalah daerah pertahanan militer, dimana Lipat Kain adalah pangkalan Komando Gerilya III dibawah pimpinan Samsudin Saleh. Gema (Pasir Amo) adalah basis Komando Resimen IV dibawah pimpinan Kolonel Basri, sedangkan Padang Sawah adalah Markas Staf Resimen IV di bawah pimpinan Mayor Marah Halim dan Kapten Arifin Ahmad. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948, Kabupaten Kampar didirikan dalam Propinsi Sumatera Tengah yang direalisasikan dengan Surat Keputusan Gubernur Militer Sumatera Tengah tanggal 9 November 1949 Nomor 10/GM/ST.49. Kemudian dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 dibentuk daerah otonom dalam Propinsi Sumatera Tengah termasuk Kabupaten Kampar yang terdiri dari Kewedanan Pekanbaru Luar Kota (Kampar Kiri, Siak Hulu, dan Langgam), Kewedanan Pasir Pengarayan, Kewedanan Pelalawan, dan Kewedanan Bangkinang dengan ibu kotanya Pekanbaru. Setelah pemindahan ibukota Kabupaten Kampar ke Bangkinang tanggal 6 Juni 1967, wilayah Kampar Kiri dan Siak Hulu adalah berstatus wilayah kecamatan. Setelah berlaku UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, berdasarkan Pasal 73 maka dibentuklah dua daerah Pembantu Bupati di Kabupaten Kampar yaitu wilayah kerja Bupati I berkedudukan di Kecamatan Rambah Samo dan wilayah kerja Pembantu Bupati II yang berkedudukan di Pangkalan Kerinci. Sedangkan wilayah eks kewedanan Pekanbaru Luar Kota (Kampar Kiri, Siak Hulu, dan Langgam) bersama kewedanan Bangkinang tetap di bawah koordinasi langsung Bupati Kampar. Pada tahun 1999 Kabupaten Kampar dimekarkan menjadi 3 kabupaten berdasarkan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 yaitu Kabupaten Kampar, dimana wilayah kabupaten induk ini adalah wilayah eks kewedanaan Bangkinang, dan eks kewedanaan Pekanbaru Luar Kota. Sedangkan Kabupaten Rokan Hulu, merupakan kabupaten yang mengambil wilayah eks kewedanaan Pasir Pengaraian dan Kabupaten Pelalawan, mengambil wilayah eks Kewedanaan Pangkalan kerinci ditambah eks distrik langgam dari kewedanaan Pekanbaru Luar Kota. Dari sejarah pemerintahan ini dapat di lihat adanya arus balik dari sejarah pemerintahan dimana adanya pengakuan kembali dari komunitas politik local pada masa Kolonial Belanda dan era ordelama. Dimana masing-masing daerah Swaparaja atau kewedanaan mendapat pengakuan kembali sebagai daerah otonom kabupaten. Yakni eks kewedanaan Pasir Pangaraian ( Kerajaan Rokan 4 Koto) menjadi Kabupaten Rokan Hulu dan eks kewedanaan Pangkalan kerinci ( Kerajaan Pelalawan) menjadi Kabupaten Pelalawan dan esk Kewedaaan Bangkinang ( eks kedatuan V koto Kampar, 13 Koto Kampar dan 3 Koto Tambang) sebagai Kabupaten Kampar. Akan tetapi dalam arus balik sejarah ini ada satu daerah eks Kewedanaan yang tidak terakomodir dalam perkembangan erus otonomi daerah yakni wilayah eks Kewedaaan Pekanbaru-Luar Kota, dimana daeranya adalah eks Kerajaan Gunung Sailan/Distrik Kampar Kiri dan eks kedatuan VI Tanjung di Siak Hulu yang merupakan satu Propinsi dari kerajaan Siak Sri Indrapura, yang lebih dekat wilayahnya dengan eks kerajaan Gunung Sailan. e. Periode Reformasi Tuntutan perlunya pembentukan daerah kabupaten diwilayah Rantau Kampar Kiri dan Siak Hulu pertama sekali muncul dalam Musyawarah Besar Adat II, yang dilaksanakan pada tanggal 9 s/d 10 Agustus 2000 di bekas Istana Kerajaan Gunung Sailan Kampar Kiri. Semangat dari Mubes Adat II inilah yang menjiwai lahirnya "Deklarasi Kuntu" yang ditandatangani oleh pengurus Lembaga Kerapatan Adat (LKA) Rantau Kampar Kiri dan Datuk Laksamana VIII Koto Sitingkai. Dalam musyawarah pada tanggal 06 Januari 2002 yang juga dihadiri oleh Ninik - Mamak dan pemuka masyarakat Siak Hulu sebagai peninjau, ada dua keputusan yang diambil yaitu: 1. Mempersiapkan dan memperjuangkan Rantau Kampar Kiri menjadi daerah Kabupaten 2. Dalam rangka persiapan dan perjuangan itu peserta sidang merekomendasikan agar masyarakat Rantau Kampar Kiri mengadakan Musyawarah Besar (Mubes) pada akhir April 2002 Sebagai tindak lanjut dari Deklarasi Kuntu, pada tanggal 02 Januari 2004 diadakan acara Pra-Mubes yang akan mempersiapkan Musyawarah Besar Masyarakat Rantau Kampar Kiri. Acara ini digelar di Gedung Serba Guna Lipat Kain Kecamatan Kampar Kiri. Dalam acara ini diperoleh kesepakatan bahwa masyarakat Siak Hulu siap bergabung dengan masyarakat Rantau Kampar Kiri untuk membentuk kabupaten sendiri. Pada tanggal 28 s/d 29 Februari 2004 diselenggarakan Musyawarah Besar Masyarakat Rantau Kampar Kiri dan Siak Hulu yang bertempat di Gedung Serba Guna Lipat Kain Kecamatan Kampar Kiri. Mubes ini dihadiri oleh 2.000 peserta yang mewakili ninik- mamak, alim-ulama, tokoh masyarakat, cendikiawan, pemerintahan desa, pemuda, mahasiswa, dan tokoh wanita. Dalam musyawarah besar ini dengan suara yang bulat, diputuskan bahwa masyarakat Rantau Kampar Kiri dan Siak Hulu bersepakat untuk membentuk kabupaten baru, serta dibentuknya tiga komisi yaitu: 1. Komisi A: akan mengkaji rumusan rekomendasi politik hasil Mubes Masyarakat Rantau Kampar Kiri dan Siak Hulu 2. Komisi B: akan merumuskan strategi pembangunan bagi wilayah Rantau Kampar Kiri dan Siak Hulu 3. Komisi C: akan membentuk badan pekerja pembentukan Kabupaten Rantau Kampar Kiri dan Siak Hulu Mubes ini juga merekomendasikan tiga alternatif nama calon kabupaten yang akan dibentuk yaitu Kabupaten Gunung Sailan, Kabupaten Khatulistiwa, dan Kabupaten Kampar Hulu. Berdasarkan musyawarah dan mufakat Tim perumus Penyelaras Mubes maka diperoleh suatu keputusan bahwa nama kabupaten yang akan dibentuk adalah Kabupaten Kampar Hulu ( singkatan dari Daerah Kampar Kiri dan Siak Hulu atau eks kewedanaan Pekanbaru Luar Kota ). Sedangkan mengenai lokasi calon ibu kota Kabupaten Kampar Hulu, berdasarkan rekomendasi peserta Mubes, diusulkan 3 (tiga) alternatif terdapat yaitu Kelurahan Lipat Kain, Kelurahan Sungai Pagar, dan Desa Pantai Raja. Setelah menimbang dan memperhatikan kondisi geografis maupun geostrategis dari masing-masing wilayah yang diusulkan, maka tim perumus dan penyelaras menetapkan lokasi calon ibu kota Kabupaten Kampar Hulu adalah Kelurahan Lipat Kain di Kecamatan Kampar Kiri. Sedangkan untuk memperjuangkannya secara legal konstitusional dibentuklah suatu badan yang bernama Panitia Persiapan Pembentukan Kabupaten Kampar Hulu Propinsi Riau atau disingkat dengan P3KKH. P3KKH Periode 2004 - 2010 dinakhodai oleh Drs H Anwar Saleh (Alm). Pada masa kepemimpinan beliau ini, P3KKH telah berhasil membuat proposal resmi calon Kabupaten Kampar Hulu yang telah dibahas bersama tim ahli yaitu bapak Dr. H Azam Awang dan Bapak Normansyah, S.Sos, MSi dari akademisi UIR pada tahun 2006. Pada tahun 2006 juga P3KKH telah mendeklarasikan Perjuangan Pembentukan Kabupaten Kampar Hulu di gedung DPRD Kampar dengan diikuti oleh pembentukan PANSUS Pemekaran yang diketuai oleh H Abridar, SH. Kemudian P3KKH juga telah menyerahkan secara resmi Proposal pemekaran calon kabupaten Kampar Hulu kepada Bupati Kampar waktu itu Drs H Burhanuddin Husin MSi, yang diserahkan oleh H. Jasar Karana Dt. Mudo dikantor Bupati Kampar tahun 2006. Setelah beliau wafat pada tahun 2010, P3KKH di Nakhodai oleh Bapak Zulkifli SH. Perjuangan pembentukan Kabupaten dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 mengalami pase-pase sulit akibat kondisi secara internal maupun eksternal, dimana adanya perubahan regulasi tentang pemekaran daerah melalui PP 78 Tahun 2007 Tentang tata cara Pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah. yang lebih selektif terhadap proses pemekaran di Indonesia serta juga diikuti adanya kendala-kendala yang bersipat politik dan ekonomi maka perjalanan perjuangan mengalami stagnasi. Pada masa ini P3 KKH di Pimpin oleh H. Zulkifli, SH. Pada masa beliau ini sudah dilakukan persiapan tentang kelengkapan syarat administrasi yang berupa dukungan BDP dan ormas bagi pembentukan Kabupaten baru. Setelah munculnya agenda politik Pilgubri 2013, dimana pemekaran Riau menjadi 20 Kabupaten Kota kembali disuarakan untuk percepatan pembangunan daerah, terutama oleh Calon Gubri Ir. HM Lukman Edy M.si dan H. Anas Maamun, muncul kembali wacana untuk menyegarkan agenda perjuangan Pembentukan Kabupaten diwilayah Rantau Kampar Kiri- Siak Hulu. Menanggapi munculnya aspirasi dan desakan dari berbagai kalangan terutama barisan muda pro pemekaran rantau Kampar Kiri-Siak Hulu ( BAMUP-KKH) dan Mahasiswa Rantau Kampar Kiri- Siak Hulu tentang perlunya reorientasi Perjuangan. Maka Badan penyelaras Mubes Masyarakat Rantau Kampar Kiri-Siak Hulu membuat suatu kebijakan untuk menukar nama Kabupaten Kampar Hulu dengan nama Kabupaten Gunung Sailan Darusalam. Kesepakatan ini terjadi berkat adanya musyawarah antara tokoh-tokoh masyarakat Rantau Kampar Kiri- Siak Hulu di Desa Tanah Merah Kecamatan Siak Hulu, dengan fasilitator Dr (HC) . H Tenas Efendi ( Budayawan Riau) sekaligus mengukuhkan Bapak H . Marwas, Datuk Lilin sebagai ketua P2-K Gusdar yang pertama. Pada masa kepemimpinan H. Marwas dilakukan upaya restrukturisasi kepengurusan Panitia Persiapan Pembentukan Kabupaten. Sehingga diharapkan adanya nama baru dan struktur kepengurusan baru, maka asah yang terkembang akan bisa diperjuangkan secara lebih baik serta mampu diwujudkan menjadi suatu daerah otonom baru di Propinsi Riau. Pada tahun 2014 terjadi suksesi lagi dalam tubuh kepanitian pembentukan Kabupaten Gunung Sailan Darussalam, dimana H. Marwas Datuk Lilin, ditunjuk badan perumus dan Penyelaras sebagai pengambil keputusan tertinggi dalam kepanitiaan sebagai dewan penasehat P2K-Gusdar. Sementara nakhoda baru P2K-Gusdar di serahkan kepada H. Abridar, SH. Pada tahun 2014 ini proses pemekaran daerah di Riau umumnya dan pembentukan Kabupaten Gunung Sailan Darussalam memperoleh dukungan Kuat dari Gubernur Riau terpilih yakni H. Annas Makmun yang memiliki visi pemekaran 4 daerah di Riau, sehingga atas dukungan Gubernur, maka Kabupaten Gunung Sailan Darusalam berhasil mendapatkan Rekomendasi Dari DPRD-Kabupaten Kampar serta Rekomendasi dari DPRD Propinsi Riau. Akan tetapi setelah Gubernur Riau Non Aktif H. Annas Makmun tersandung Kasus gratifikasi pengalihahan lahan di Inhu, maka bersamaan dengan nasib Gubri yang dipesakitan, maka nasib VISI pemekaran Riau termasuk juga Nasib Pemekaran Gunung Sailan Darusalam juga mengalami pesakitan. Pemekaran Kabupaten Gunung Sailan Pasca dinonaktifkannya Gubernur Riau H. Anas maamun juga mengalami stagnasi, walaupun sudah mendapatkan rekomendasi dari DPRD-Kampar dan DPRD Propinsi Riau,akan tetapi prosesnya berdasarkan UU No 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah, harus memiliki rekomendasi dan persetujuan dari Bupati Kampar dan Rekomendasi dari Gubernur Riau. Sebenarnya sudah dilakukan pendekatan dan lobi-lobi kepada bupati Kampar H Jefri Noer, SH oleh Panitia pembentukan Kabupaten Gunung Sailan dengan difasilitasi oleh Pimpinan DPRD Kampar Yakni Ramadhan, S.Sos. Akan tetapi Bupati mengatakan bahwa beliau pada prinsipnya terserah Mendagri Saja. Walaupun sampai setakat ini rekomendasi dan persetujuan Bupati Kabupaten Induk untuk pembentukan Kabupaten Gunung Sailan Darussalam tersebut juga tak Kunjung diberikan. Pada tahun 2015 awal, muncul kembali gemah pemekaran daerah di Riau, yang disuarakan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR-RI yakni IR. H.M Lukman Edy, MSi. Beliau adalag legislator dari dapil Riau. Munculnya gaung pemekaran Riau ini di tingkat pusat membali membawa semangat bagi panitia pemekaran Gunung Sailan Darussalam. Diamana panitia bergabung dengan kaukus pemekaran Riau di DPR-RI yang dibentuk oleh H.M Lukman Edy. Semenjak itu maka pada tahun 4 Nopember 2015, maka proposal pemekaran dan kajian akademis kelayakan pembentukan kabupaten Gunung Sailan yang disusun oleh Tim pasca sarjana Universitas Riau, secara resmi di dibawah ke DPR-RI melalui Komisi II. Kemudian panitia Juga mendaftarkan pemekaran Gunung Sailan Darussalam ini kepada pemerintah Pusat melalui Kementrian dalam negeri. Pada tanggal 17 Februari 2016 maka terjadilah kunjungan kerja dari Komisi II DPR-RI yakni wakil ketua Komisi II Ir. HM Lukman edy MSi beserta rombongan di wilayah calon kabupaten persiapan Gunung Sailan Darussalam. Diamana penyambutan oleh masyarakat dan panitia dipusatkan di Komplek Mesjid Raya almizan dan Balai adat kenegerian Lipatkain yang dihadiri oleh semua elemen masyarakat Gunung Sailan Darussalam, panitia serta Anggota DPRD Kampar, DPRD Propinsi Riau serta para tamu dengan peserta lebih kurang 1.000 orang. Dengan adanya kunjungan kerja dan peninjauan dukungan masyarakat terhadap pembentukan Kabupaten Gunung Sailan Darussalam ini, oleh DPR-RI dapat dijadikan masukan bagi percepatan pembentukan Kabupaten Gunung Sailan Darussalam Propinsi Riau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar