Sabtu, 23 April 2016

HIKAYAT BERDIRINYA KERAJAAN GUNUNG SAILAN

HIKAYAT BERDIRINYA KERAJAAN GUNUNG SAILAN Kampar Kiri disebut dengan wilayah undang yaitu wilayah yang menerapkan sistem hukum diyat, dalam ungkapan disebut “ Abi undang sobab dek karib, abi cupak bakalera’an”, Wilayah undang Kampar Kiri terbagi dua bagian Pertama: wilayah kerajaan Tigo Selo, Kedua kerajaan Delapan Koto Sitingkai. Negeri Kampar Kiri dinamakan Negeri Tigo Selo,yang kenegeriannya adalah Ludai, Ujung Bukit, Gunung Sahilan, Lipatkain, Kuntu dan Batu Songgan, pusat pemerintahan kerajaan Tigo Selo adalah Gunung Sahilan. Kenegerian/Khalifah Gunung Sailan wilayahnya adalah Gunung Sahilan, Lipatkain, Lubuk Cimpur, Penghidupan, Simalinyang, Sungai Pagar, Kebun Durian, Rantau Kasih dan Mentulik. Kenegerian / khalifah Kuntu wilayahnya adalah Kuntu, Domo,dan Padang Sawah. Kenegerian / khalifah Ujung Bukit wilayahnya adalah Pulau Pencong (ujungbukit), Tanjung Belit,dan Pasirr Amo (Gema). Kenegerian / Khalifah Ludai wilayahnya adalah Ludai, Kotolamo dan Pangkalan Kapas Kenegerian / Khalifah Batu Sanggan wilayahnya adalah Batu Sanggan,Gajah Batalut,Meririang, Aur Kuning, Pangkalan Serai dan Terusan. Negeri Tigo Selo memiliki raja yang duduk dipusat pemerintahan dan memiliki lima khalifah (Khalifah Gunung Sahilan, Khalifah Kuntu, Khalifah Ujung Bukit, Khalifah Ludai, Khalifah Batu Songgan) yang menjadi perpanjangan tangan raja dalam memerintah kerajaan. Datuk-datuk yang masuk dalam jajaran tigo selo berkedudukan di istana Gunung Sahilan bersama raja adalah Datuk bosoe suku Melayu, Datuk Godang suku Piliang dan Datuk Sinaro suku Domo. Datuk bosae (dari suku Melayu sejati Gunung Sahilan ) adalah pucuk negeri kamparkiri sedangkan Datuk Godang adalah Pucuk Rantau Gunung Sahilan merangkap raja tigo selo (dari suku Piliang Gunung Sahilan). Raja Gunung Sahilan memiliki kain bersangkutan tali berentangan (berhubungan ) dengan Datuk Majo Kayo pucuk suku Piliang dikenegerian Airtiris. ( sumber : Diskusi dunia maya dengan Ocu Indra Pratama). Asal usul berdirinya Kerajaan Gunung Sailan Kampar kiri, bisa di lihat memalui sebuah pepatah lama " Mulo duduok kan badighi, batang bingin ditogha padang, mula adat kan dagihi di Pariangan Padang Panjang, anak si Putri Jailan maisok Bungo Linsabau, barajo ka Gunuang Sailan, Batuo ka Gunuang Ijau " . Ini untuk menjelaskan kisah lama yang sangat di tutup rapat di Gunuang Sailan, lokasi bernama Gunung Ijau ini berada di pedalaman rimbo Gunuang Sago. Gunuang Ijau akan membuka sedikit tabir lama. Sumpah sotie “ Mobio” itu di lakukan Dt. Bosae, Dt. Godang, Datuk Sinagho, 4 Khalifah dimudiak, dan NiniakMamak kepada Raja Mangiang untuk menyelesaikan sengketa adat di masa itu. Apa sengketanya….. ? Ini tidak boleh disebut lagi karena sudah di sumpah masa itu. Kualat kita jika menyebut masalah yang sudah di selesaikan ninik-moyang di masa lalu. Hanya saja dalam petata adat di Tanah kampar sedikit digambarkan tentang terbaginya tanah kampar dalam dua mazhab adat yang berbeda, bunyi petata lama itu “ Undang-Undang Di Kampar Kiri, Undang Sejati di Kampar Kanan, Talago Undang di Motakui, Baulak Undang Ka Pagaruyung”. Yakni pertikaian antara sistem adat Koto Piliang dan sistem adat Bodi Chaniago. Sehingga hari ini Rantau Kampar Kiri disebut wilayah Undang yang mamakai mazhab adat Koto Piliang yang Hirarkis “ Antau dituwik jo Undang, Naghoghi dihuni jo pisoko, kampung dilambak jo Limbago, Antau Saparentah Rajo, Luak Saparenta Penghulu, Naghoghi saparentah Ughang Godang, Kampuang Saparentah Ughang Tuo, Togak nan tiado tasundak, malenggang nan tiado tapompe, Biang Tombuok, Gontiang Putui, Hukum tertinggi di Tangan Rajo, Rajo lalu Antau Salosai, nan kusuik salosai nan Kowuo Jonie. siapa raja pertama Kerajaan Gunung Sailan..?..ada dua versi dalam catatan para tetuo negeri yakni pertama Datuk Bujang Sati Sutan Pangubayang, kedua disebut Raja Mangiang. Kita tidak perlu bingung tentang Raja Bujang / Raja Mangiang kedua – duanya sama dan merujuk kepada satu orang yang sama. Ini kisah lama. Namanya lahirnya Raja Mangiang kemudian ketika sudah khitan di panggil Angku Tuan Bujang / Yang Dipertuan Bujang karena Bapaknya adalah Raja Adat di Buo yang termahsyur. 1. Sengketa Adat di Abad ke 16 masehi di Luak Subayang, saat itu Luak Subayang masih berada dalam kepemimpinan sendiri di bawah Dt. Bosae yang berdatuk ke Dt. Raja Dibalai MuaraTakus 2. Peristiwa pengiriman delegasi masyarakat LuakSubayang di bawah pimpinan Dt. Besar 3. Pengiriman Raja Mangiang dari Pagaruyung disertai sedikit " kisah" di Pagaruyung 4. Sumpah Sati Mo Bio 5. Penataan ulang adat Kampar Kiri dari mazhab adat Bodhi Caniago ke Adat Koto Piliang. Undang jati, cupak, gantang. Dan lain-lain yang di bawa Raja Mangiang dari Pagaruyung. gelar Raja Gunung Sailan ada dua yakni “Yang Dipertuan Besar” dan “Yang Dipertuan Sati” juga sebuah jabatan yang jarang yang bisa memberikan keterangan tentangnya. Alkisah, setelah kematian suaminya di johor, encik pong dilarikan ke Pagaruyung tepatnyake Istana Raja Adat di Buo. Saat itu berkuasa seorang raja Adat yang sudah tua. Setelah masa idah, kemudian Raja Adat menikahi encik Pong. Itulah sebabnya kenapa kemudian hari Raja Kecil di panggil juga dengan Tuan Bujang dari Buo karena Bapak Tirinya adalah Raja Adat. Sedangkan saat itu Raja Adat sudah punya isteri tua dan beranak Raja Mangiang juga di panggil Tuan Bujang. Karena tidak ingin di madu Ibu Raja Mangiang lari kerimba Gunuang Sago tepatnya kesebuah tempat yang di sebut Gunung Ijau. Perkara ini di selesaikan dengan mengirim Raja Mangiang ke Gunuang Sailan dan mengirim Raja Kocik ke Siak. Itu sebabnya antara Siak dan Gunuang Sailan sangat bertali erat. ( Dikusi dunia maya dengan Dunsanak Ricky Sahrul, Keturunan Raja Adat di Buo).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar